Jumat, 16 Juli 2021

RESPON BELANDA TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

Assalamualaikum

Salam Sehat

Bagaimana kabarnya anak-anakku kelas XII, masih semangat belajar kan? Alhamdulillah

Anak-anakku pada pembelajaran kali ini kita akan belajar tentang Respon Belanda terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 

Belanda yang pernah menjajah Indonesia tentu tidak dengan mudah dan segera mengakui kemerdekaan Indonesia, karena Belanda berkeingingan kembali untuk menjajah Indonesia. Belanda beralasan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara fasisme bentukan Jepang. Bahkan Belanda juga menyebarkan hoax bahwa Sukarno-Hatta akan diadili oleh Sekutu sebagai penjahat perang.

Sementara itu disisi lain, menurut salah satu hukum internasional menyatakan bahwa negara yang baru merdeka, terlebih dahulu harus mendapat pengakuan dari negara yang sebelumnya berkuasa. Sebagai negara yang baru merdeka tentunya Indonesia berusaha untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Belanda menolak untuk mengakui, bahkan berusaha untuk menguasai kembali wilayah Indonesia dengan melakukan berbagai upaa, antara lain:

Secara Ekonomi

Pada masa awal kemerdekaan, kondisi ekonomi Indonesia belum stabil. Terjadi krisis keuangan yang mengakibatkan inflasi tinggi. Pada saat berlaku atau beredar tiga mata uang yaitu: mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank. Kondisi yang seperti itu makin diperparah dengan adanya aturan baru dari AFNEI yaitu diberlakukannya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki karena nilai mata uang Jepang yang merosot.

Keadaan ekonomi yang sudah buruk ini makin diperburuk dengan tindakan Belanda (NICA)  yang melakukan blokade ekonomi terhadap Indoensia (blokade ekonomi = menutup jalur perekonomian).

 Akibat blokade yang diterapkan Belanda antara lain:

  •  Barang ekspor Indonesia terlambat dikirim.
  • Indonesia kekurangan bahan impor yang sangat dibutuhkan, terutama tekstil, obat-obatan dan persenjataan.
  • Barang ekspor Indonesia tidak dapat dikirimkan, bahkan barang-barang tersebut di bumi hanguskan.

Belanda berharap dengan keadaan yang demikian, rakyat menjadi tidak percaya lagi terhadap pemerintahannya, sehingga negara Indonesia yang baru terbentuk akan hancur.

Secara Militer



Setelah Perang Dunia II, sebagai pihak yang menang dalam perang Sekutu membentuk pasukan Allied Forces Netherlands Indies (AFNEI) yang merupakan bagian dari South East Asia Command (SEAC) untuk menerima penyerahan pasukan dan melucuti persenjataan Jepang.

Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah;

  • Menerima penyerahan kekuasaan dari tentara Jepang tanpa syarat, melucuti dan mengembalikannya ke tanah airnya.
  • Membebaskan APWI (Allied Prisoners and War Internees), tugas ini disebut RAPWI (Recovery of Allied Prisoners and War Internees), atau biasa diartikan sebagai tugas membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
  • Menjaga keamanan dan ketertiban sehingga memungkinkan pemerintah sipil berfungsi kembali.
  • Mencari keterangan untuk menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai penjahat perang dan mengadilinya.

Pada tanggal 15 September 1945 pasukan AFNEI mendarat  di Indonesia (Jakarta) yang diikuti oleh NICA (Netherland Indies Civil Administration/ Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J. Van Mook.

Karena Belanda (NICA) yang ikut dalam misi AFNEI berkeinginan menguasai kembali Indonesia, akibatnya terjadi berbagai pertempuran yang melibatkan pasukan Indonesia dengan pasukan AFNEI (Inggris dan NICA) seperti:

  1. Pertempuran Surabaya
  2. Pertempuran Lima Hari di Semarang
  3. Pertempuran Ambarawa
  4. Pertempuran Medan Area
  5. Pertempuran Bandung Lautan Api
  6. Puputan Margarana
  7. Agresi Militer Belanda I
  8. Agresi Militer Belanda II
Diplomasi/ Perundingan

Diplomasi secara teori adalah praktik pelaksanaan hubungan antarnegara melalui perwakilan resmi. Diplomasi merupakan teknik operasional untuk mencapai kepentingan nasional di luar wilayah jurisdiksi sebuah negara.

Serangkaian perundingan yang pernah dilakukan antara Indonesia denganNICA (Belanda) antara lain:
  1. Perundingan Hoge Veluwe
  2. Perundingan Linggajati
  3. Perundingan Renville
  4. Perundingan Room-Royen
  5. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia

Pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap RI dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda ke Indonesia digelar di  tiga tempat:

Pertama, di gelar di Amsterdam, tepatnya di Istana Op de Dam. Wakil Presiden sekaligus perdana menteri, Mohamad Hatta memimpin sebagai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Pihak Belanda diwakili  oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Wiliiem Drees dan Menteri Seberang Lautan Sasseu.

Kedua, Pengakuan kedaulatan  dilakukan di Istana Negara, Jakarta. Penyerahan ini dilakukan antara wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia, A.H.S Lovink, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang bertindak sebagai perwakilan perdana menteri.

Ketiga, Di Yogyakarta Mr. Asaat dilantik sebagai pemangku jabatan Presiden RI.


Demikian pembahasan kita tentang Respon Belanda terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dari pembelajaran ini kita bisa mengerti bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya begitu sangat sulit dan berat. Mulai dari merebut kemerdekaan dari penjajah sampai mempertahankan kemerdekaan agar tidak kembali dijajah. Patutlah buat kita yang hidup pada saat ini untuk selalu mengenang jasa pahlawan yang begitu besar bagi negara Indonesia. Dan berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan cara menjalankan peran kita sebaik-baiknya. Jangan pernah khianati perjuangan para pendahulu kita dengan tindakan yang melenceng dari yang seharusnya.

Semoga bermanfaat
Salam Sehat
Wassalam

#StayAtHome
#BelajarDimanaSaja
#BersamaLawanCorona